Kamis, 07 April 2011

KLKP (tugas 7)


Nama             : Ema Sundari
NPM               : 10208434
Kelas              : 3EA10
Mata Kulaih  : Komputer Lembaga Keuangan Perbankan (tugas 7)
Kredit Usaha Kecil (KUK)
Kredit Usaha Kecil
Dengan berlakunya UU No.23/1999, BI tidak lagi dimungkinkan untuk memberikan kredit, sehingga tugas pengelolaan kredit program dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk pemerintah, yaitu BRI, BTN dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, tersedia alternatif pendanaan berupa Surat Utang Pemerintah (SUP). SUP yang penerbitannya dimaksudkan untuk mengganti dana KLBI yang jatuh tempo tahun 2000 dan 2001, akan dicairkan secara bertahap sejalan dengan pengembalian KLBI pada saat jatuh tempo, dengan tetap memperhatikan program moneter. Sampai akhir Maret 2003, dana SUP yang tersedia adalah sekitar Rp 3 triliun. Untuk mengoptimalkan dana SUP tersebut, perlu dilakukan upaya penyiapan program yang dapat memanfaatkan dana tersebut yang kunci pokoknya dipegang oleh BI.
BI memiliki strategi guna kelancaran proses pengucuran dana tersebut kepada UMKM dengan berbagai point penting yaitu:
1. Meningkatkan hubungan bank dengan lembaga keuangan (linkage program).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan BPR dalam menyalurkan kredit kepada usaha mikro dan membantu bank dan lembaga keuangan dalam meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, maka BI mendorong linkage program antara BPR dan bank umum/lembaga keuangan. Sinergi bank umum dan BPR dalam bentuk linkage program merupakan salah satu strategi dalam memperkuat kapasitasnya. Berdasarkan data sampai Juni 2003, kerjasama tersebut telah melibatkan 923 BPR dengan 29 lembaga keuangan (28 bank umum dan PT PNM), dengan plafon Rp 548 miliar dan baki debet Rp 331 miliar.
2. Membentuk Unit Layanan Mikro (ULM).
Beberapa bank umum seperti BRI dan Bank BNI telah membentuk unit layanan mikro (ULM) untuk melayani KUK
3. Pembentukan UKM Centre.
Beberapa bank umum seperti Bank Niaga dan Bank Danamon telah membentuk UKM Centre yang berlokasi di daerah-daerah tertentu yang diharapkan dapat berfungsi untuk merealisasikan business plan penyaluran kredit kepada UKM, pelaksanaan linkage program dengan BPR dalam penyaluran kredit kepada UKM dan sumber informasi bagi masyarakat yang memerlukan.
4. Pola Kemitraan Terpadu.
Untuk mempermudah akses kepada layanan perbankan, beberapa bank umum juga memberikan kredit kepada usaha mikro dan usaha kecil dengan pola kemitraan, yaitu keterkaitan antara usaha besar dengan UKM yang mempunyai potensi keterkaitan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Bank Indonesia dan bank-bank umum telah melakukan suatu tindakan strategis untuk meningkatkan perkembangan sektor riil melalui kredit yang disalurkan kepada UKM. UKM sebagai sasaran pokok dari strategi kebijakan perbankan dalam perkreditan KUK tersebut diharapkan dapat menyerap penuh dana dari bank-bank umum. Penyerapan dana dari bank-bank umum oleh UKM dengan demikian patut untuk selalu diperhatikan, sehingga jika ditemukan kendala ditengah jalan dapat segera dicarikan solusinya.

Kebijakan Pemerintah dalam Mengembangkan Usaha Kecil di Indonesia
Melalui berbagai departemen seperti Departemen Tenaga Kerja, Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Departemen Perindustrian maupun Departemen Perdagangan, pemerintah melancarkan progam-progam pembinaan yang terpadu pada pengembangan Usaha Kecil. Pemerintah tetap konsisten dengan rencana dan progam kerjanya dalam Pengembangan Perusahaan Kecil, hal tersebut dibuktikan melalui Pola Kebijaksanaan dan Pengembangan Industri/Usaha Kecil sebagai berikut:
1. Sistem keterkaitan Bapak Angkat-Mitra Usaha.
2. Penjualan saham perusahaan besar yang sehat kepada koperasi.
3. Mewajibkan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) menyisihkan dana pembinaan sebesar 1%-5% dari keuntungan bersih.
4. Menugaskan lembaga perbankan mengalokasikan dana kredit usaha kecil dan koperasi sebanyak 20% dari portofolio kredit yang disalurkan ( KUK )

Kondisi Historis Usaha Kecil di Indonesia dan Prospek Kedepan
Pemerintah telah bertekat untuk mengembangkan sektor small-of business atau industri/usaha berskala kecil dalam Progam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ( PJPT II ). Hal ini terbukti dengan terbentuknya Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada masa pemerintahan dalam kabinet Pembangunan dalam Pelita ke VI. Oleh karena itu merupakan momentum yang sangat tepat untuk kalangan wirausaha dan calon wirausaha di Indonesia untuk memulai melangkah dan mengembangkan kemampuan kewirausahaannya berkompetisi dengan usaha-usaha kecil yang telah lebih dulu ada.
Pemerintah melalui Departemen Perindustrian, Departemen Tenaga Kerja, Departemen Perdagangan serta pihak Perbankan telah melakukan upaya yang semaksimal mungkin dalam membantu pengusaha kecil, industri kecil maupun sektor informal. Melaului strategi pengembangan usaha kecil, pada akhir pelita III hal telah terbukti bahwa telah tercapai jumlah unit skala kecil yang tersebar di Pulau Jawa kurang lebih berjumlah ( 76,54 % ) serta di Propinsi lainnya ( 23,46 %) ( Harimurti, 2001, 6 ).
Menurut Drs. Hidayat MA, dalam majalah forum ekonomi, presentase sektor usaha kecil dan sektor informal di sebagian kota-kota besar di Indonesia adalah; Jakarta sebesar 50 %, Bandung sebesar 65 %, Semarang sebesar 40 %, Yogyakarta sebesar 35 %, Surabaya sebesar 45 %. Presentase tersebut sebagian besar berusaha dalam usaha perdagangan. Bidang perdagangan merupakan bidang yang lebih memungkinkan, karena memiliki syarat usaha yang tidak seperti usaha besar yaitu keahlian khusus dan modal permulaan yang besar.
Hubungan bisnis yang saling menunjang pasti dibutuhkan oleh perusahaan besar atau perusahaan perdagangan yang besar untuk memacu penggunaan keterampilan dan nilai ekonomis dari usaha kecil. Perusahaan-perusahaan besar harus membeli bahan baku dan mengangkutnya ke pabrik, subkontrak pembuatan komponen, membangun jaringan distribusi, penjualan dalam jumlah besar maupun eceran, serta jaringan jasa pelayanan dan perbaikan. Aktivitas saling tunjang ini dapat dilaksanakan oleh usaha kecil, karena perusahaan besar umumnya hanya menangani pekerjaan dalam skala besar yang lebih vital.
Perusahaan besar menyadari pentingnya peran perusahaan kecil, tentunya akan mengadakan hubungan dan melaksanakan pembinaan, pelatihan serta pengembangan usaha kecil yang berlokasi dekat dengan perusahaannya. Wirausaha yang dinamis dan ulet mampu melihat peluang dan seringkali menjadi agen-agen utama dari perusahaan besar dan mampu berkembang menjadi penyalur atau pedagang besar juga pada akhirnya, agen jasa ( misal: catering dan lainnya ) atau perbengkelan yang besar.
Dengan adanya share atau bagian pekerjaan yang terbuka sedemikian karena terciptanya suatu sistem produksi, maka sebenarnya selalu ada peluang dengan pola hubungan keterkaitan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil dengan berbagai model keterkaitan kerjasama yang menguntungkan.
Sumber:
http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/2008041704111001313015.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar